Tips Hidup Minimalis Ala Fumio Sasaki

Puguh Sudarminto
4 min readMar 30, 2019

--

sumber:pixabay
gramedia digital

Sebelum Fumio Sasaki menulis buku tentang “hidup minimalisnya”, saya sebenarnya orang yang termasuk minimalis. Dalam artian, saya berkeyakinan bahwa seseorang itu hidupnya tidak perlu berlebihan, termasuk dalam pengelolaan materi. Eit!, bukan berarti minimalis itu minim kontribusi. Buat saya, seseorang harusbanyak memiliki kontribusi untuk sesama.

Konsep “Minimalis” saya terapkan dalam pekerjaan, mulai dari pekerjaan design hingga mengelola project website guruproduktif (metamorfosis ke terandik.net, kemudian menjadi terasacademy.com). Dalam keseharian, saya juga termasuk orang yang tidak suka melihat barang-barang berantakan atau menumpuk di rumah.

Kelemahan Fumio Sasaki adalah dalam menerapkan konsep minimalisnya Sasaki hidup sendirian, sehingga ia bisa mengatur sesuka hatinya barang-barang atau perabotan di dalam apartememenya. Beda dengan seseorang yang sudah berkeluarga, apalagi punya anak. Nah?

Untuk bisa menerapkan konsep minimalis, mungkin harus berantem dengan istri anak anak-anak. Meskipun Sasaki dengan mudah menerapkan konsep minimalis, bagi saya (termasuk orang-orang yang sudah berkeluarga) menjadi sebuah tantangan tersendiri.

Baik, terlepas itu semua bagaimana Sasaki mengajarkan kita hidup minimalis? Berikut Tips dari Sasaki yang saya ambil dari bukunya berjudul Goodbye, Things. Hidup Minimalis ala orang Jepang.

#1. Buang jauh-jauh pikiran bahwa kita tidak mampu membuang barang

Seseorang sebenarnya bisa menyingkirkan berbagai benda, tapi terlanjur menyerah karena sudah gagal berulang kali. Sebenarnya manusia belum mempunyai pengalaman membuang. Kita tidak terbiasa membuang barang. Sebaliknya, kita terbiasa menyimpan barang. Belajar, ubah kebiasaan.

#2. Membuang barang membutuhkan keterampilan

Membuang barang adalah sebuah keterampilan, seperti halnya ketika orang menyimpan barang. Saah satu keterampilan membuang barang adalah “Akan kita kemanakan barang-barang yang kita buang?” di bawa ke tukang rongsok, untuk dijual. Atau kita berikan saja kepada tetangga kita atau orang-orang pekerjaannya memungut barang bekas.

#3. Dengan membuang barang, sebetulnya ada yang bertambah

Membuang barang akan meningkatkan waktu, kebebasan, dan energi. Kok bisa? Ya bisa. Dengan seikit barang otomatis potensi keribetan di rumah kita dapat kita minimalisasikan. Betul kan?

#4. Tanyakan pada diri sendiri, mengapa sulit berpisah dari barang

Butuh perenungan. Mengapa Anda sulit untuk membuang barang? Cari penyebabnya dan lakukan perunangan diri dengan kontenplasi dan temukan jawaban sekaligus solusinya.

#5. Minimalisasi memang tidak mudah, tetapi tidak mustahil

Hidup minimalis memang sulit ditengah gemuruh gaya hidup mewah. Jika Anda ingin benar-benar hidup minimalis, jadikan keinginan itu sebagai prioritas utama

#6. Kapasitas benak, energi, dan waktu kita terbatas

Umur mnausia tidak lebih dari 50 tahun. Dengan waktu yang singkat itu, kita sebetulnya bisa melakukan banyak hal dan mengurangi hal-hal lain yang tidak penting. Salah satunya adalah dengan membuang atau menghapus barang-barang yang membebani kita.

#7. Buang satu barang sekarang juga

Membuang barang memang butuh keterampilan, namun bukan berarti Anda harus menunggu mempunyai keterampilan itu, baru mebuang satu persatu. Lakukan sekarang di mulai dengan membuang barang-barang yang kecil.

#8. Tidak ada satu barang pun yang akan membuat kita menyesal setelah kita membuangnya

Kita seringkali menyesal jika kita membuang barang. Singkirkan benak itu. Punya botol Taperware selusin? Gelas kaca? Dan perabot yang hamper sama?. Pertanyaannya adalah apakah barang-barang itu selalu Anda gunakan hingga satu dua dan sepuluh tahun ke depan?. Ingatkan diri sendiri bahwa Anda tidak akan menyesali barang yang dibuang. Tak satupun kata Sasaki.

#9.Mulailah dengan membuang barang yang jelas-jelas merupakan sampah

Singkirkan barang-barang yang jelas-jelas merupakan sampah. Salah satunya adalah tumpukan majalah dan koran.

#10. Kurangi barang-barang”kembar”

Banyak orang yang mempunyai barang kembar. Jaket merek A, B, hingga Z di beli semua. Kurangi barang-barang kembar yang Anda miliki. Seleksi dengan menggunakan pertimbangan Anda sendiri.

Clean & Cear. Sumber:pixabay

Kemudian Sasaki memberikan Tips lain, seperti:

· Buang barang yang sudah setahun mengganggur.

· Buang barang-barang yang dibeli hanya demi citra diri.

· Bedakan keinginan dengan kebutuhan.

· Beralih ke foot digital untuk memudahkan mengenang sesuatu.

· Berantas dahulu sarangnya (tempat penyimpanan), baru hamanya (keadaan berantakan).

· Biarkan ruang “tak terpakai” tetap kosong.

· Ucapkan selamat tinggal pada diri yag dulu.

· Buang barang yang sudah dlupakan.

· Tidak perlu memikirkan nilai uang yang sudah dibelanjakan.

· Tidak perlu membeli barang sebagai stok.

· Gunakan layanan antar jemput untuk membuag barang.

· Buang barang-barang yang tidak membangkitkan mina.

· Semakin besar barang, semakin banyak benda lain terakumulasi.

· Rumah bukan useum; tidak perlu benda koleksi.

· Jadilah makhluk sosial dan peminjam barang.

· Sewalah yang bisa di sewa.

· Buag barang-barang yang menimbulkan kebisingan visual.

· Tidak perlu membeli karena murah, tidak perlu mengambil karena gratis.

· Buanglah barang-barang yang dianggap mubazir.

· Bersyukurlah.

Itulah catatan sederhana tentang hidup minimalis.

Buang dan distribusikan barang-barang yang akan Anda buang di tempat yang tepat sehingga mempunyai nilai tambah. Sampah tidak mempunyai nilai, namun sampah bisa mempunyai peran penting dalam inovasi kesehatan seperti yang dilakukan oleh dr Gamal Al Bin Said dengan Garbage Clinical miliknya.

Yang saya rasakan dengan konsep minimalis ini adalah: kebebasan, mendapatkan energi baru, dan bisa tetap fokus. Benar hidup minimalis akan membuat Anda bisa fokus sekaligus merangsang kreativitas. Kreativitas membutuhkan ruang sederhana, yang bisa memberikan kita waktu untuk berpikir dan mengeluarkan stimulus. Beda jika di sekeliling Anda dipenuhi kebisingan kan?

Cobalah hidup minimalis!.

--

--

Puguh Sudarminto
Puguh Sudarminto

Written by Puguh Sudarminto

Human Centered Design Expert I Inovasi Birokrasi

No responses yet